Jacksen Tiago: Saya ke Indonesia karena Kecelakaan



JAKARTA, KOMPAS.com - Atmosfer sepak bola Indonesia bukan sesuatu yang asing bagi Jacksen Ferreira Tiago. Kurang lebih 17 tahun, Jacksen menghabiskan kariernya sebagai pemain maupun pelatih.
Pria kelahiran Rio de Janeiro, Brasil, 28 Mei 1968 ini malang-melintang di sejumlah klub besar sejak hijrah ke Indonesia pada 1994 silam. Sebagai pemain, Jacksen sudah mencicipi nikmatnya berbagai gelar juara. Ia langsung membawa klub pertamanya yakni Petrokimia Putra menjadirunner-up. Hanya semusim bersama Petrokimia, Jacksen berlabuh di PSM Makassar dan membawa klub tersebut menjadi runner-up Liga Indonesia.
Bersama Persebaya Surabaya, karier Jacksen semakin cemerlang. Dia membawa "Bajul Ijo" menjadi juara. Jacksen memilih gantung sepatu dan melanjutkan kariernya sebagai pelatih pada 2002-2003. Ia sukses mengantarkan klub Assyabaab, klub pertama yang dibesutnya, juara.
Selanjutnya, karier kepelatihan semakin moncer, setelah sukses membawa Persebaya menjuarai Divisi Utama dan Liga Indonesia 2004. Gelar terakhir yang dikecap Jacksen saat mengantarkan Persipura Jayapura menjadi kampiun Liga Indonesia 2008-2009.
Kepiawaian pelatih berusia 43 tahun ini meramu tim membuat namanya digadang-gadang menjadi sosok yang tepat untuk membesut tim nasional Indonesia. Lalu, apakah itu menjadi impian besar Jacksen dalam karier kepelatihannya di Indonesia?
Saat ditemui di sebuah hotel mewah, pada akhir pekan lalu, Jacksen berkesempatan menjawab pertanyaan reporter Kompas.comFerril Dennys Sitorus, dan sejumlah pertanyaan pembaca yang dititipkan kepadany. Berikut wawancaranya.
Kenapa Anda memilih berkarier di Indonesia?
"Sebenarnya saya berkarier di sini seperti kecelakaan yang membawa berkah. Waktu itu ketika berangkat dari Brasil, agen mengatakan akan bermain di Malaysia. Tapi, di tengah jalan, agen itu bilang kita bukan bermain di Malaysia. Begitu tiba di Swiss, dia bilang kepada saya dan teman-teman lain akan bermain di Indonesia. Waktu itu malam Natal. Saya bersama enam teman lainnya tiba di sini."
"Ada dua orang memilih ke Brasil. Namun, aku pikir Natal sudah hilang. Kalau pulang ke Brasil perjalanan jauh dan dapat tiket paling Tahun Baru. Saya pikir akan coba berkarier di sini. Akhirrnya, puji Tuhan, di sini sudah pas. Seperti yang sudah saya bilang tadi, kalau ada orang yang menghargai untuk berkarya, tidak ada alasan saya untuk pergi."
"Saya dapat semua di Indonesia. Puji Tuhan, karier saya berkembang. Dari segi profesional bagus dan dari segi kesejahteraan juga puji Tuhan."
Apakah Anda bersedia menjadi pelatih timnas Indonesia(ruel_gibson@padmaresortbali.com)?
"Saya memiliki keyakinan jika Anda yang menangani pasti Anda bisa membawa negeri ini menuju kejayaan.  Ya, mungkin suatu saat dipercaya menangai tim nasional usia muda. Saya selalu mau membuktikan diri suatu saat dapat kepercayaan. Mungkin kalau di timnas, saya bisa bekerja lebih bagus lagi karena waktu yang diberikan cukup panjang, sehingga kita bisa memilih pemain."
"Sementara di klub hanya evaluasi-pertandingan, evaluasi-pertandingan. Di timnas, saya akan lebih leluasa bekerja. Saya lihat seperti itu. Cuma, saya masih butuh banyak pendalaman lagi terutama pengalaman di level internasional. Mungkin melatih di negara lain yang lebih maju untuk menguji kemampuan saya."
Berapa tahun lagi Anda ingin melatih timnas?
"Kalau saya mungkin empat tahun atau lima tahun lagi. Saat umur saya sekitar 50 tahun. Di umur itu, saya sudah dapat pengalaman yang cukup untuk menangani timnas. Sementara ini, saya minim pengalaman di level internasional. Saya rasa itu perlu karena harus banyak pengalaman-pengalaman baru yang harus didapat."
"Beda-beda yang dapat di Indonesia. Di sini, perubahan taktik masih sangat minim. Makanya, saya ingin bekerja di negara lain yang lebih maju supaya saya dapat pengalaman itu. Nantinya, saya kembali lagi ke sini."
Apakah Anda tidak ingin melatih timnas Brasil?
"Saya orangnya realistis. Sudah pasti sangat sulit melatih di sana. Jangankan saya, pemain yang sudah membawa Brasil juara dunia macam Leonardo saja ingin melatih timnas. Padahal, dia punya sejarah di negara saya. Kalau saya realistis. Kalau melatih di klub Brasil, mungkin bisa. Lebih adil saya melatih timnas Indonesia. Peluang saya lebih besar karena separuh karier saya sebagai pemain maupun pelatih saya habiskan di sini."
Sudah ada tawaran melatih sebuah klub di luar negeri?
"Sudah. Mungkin empat bulan lalu, sebetulnya saya mendapatkan tawaran dari sebuah klub China. Ada teman yang beli klub di sana dan dia mau bawa saya jadi pelatih. Saya kirim CV dan segala macam. Namun, setelah berpikir-pikir, saya tetap bertahan karena apa yang Persipura berikan kepada saya selama ini sangat berharga, sehingga tidak fair kalau di tengah jalan, saya memilih pindah."
"Makanya, saya tidak bicara apa pun dan siapa pun saat itu. Namun, saya berharap bisa pergi ke negara lain demi kemajuan diri saya. Kalau ada kesempatan itu, saya memilihnya bukan karena faktor uang tetapi murni perkembangan profesional saya. Itu murni ambisi pribadi. Saya ingin melatih di negara yang sepak bola sudahnya maju. Saya selalu berdoa agar Tuhan bisa buka jalan mencapai hal seperti itu."
Apakah ada pikiran mengakiri karier di Indonesia?
"Itu yang tadi saya bilang. Saya punya keinginan berkarier di luar negeri. Cuma saya tidak akan memaksakan keinginan. Saya berusaha mengumpulkan kontak-kontak klub lain. Semoga, dengan Persipura bermain di internasional, jelas kita koneksi dengan negara lain lebih besar. Puji Tuhan, saya orang Brasil sehingga menjadi nilai plus."
"Pernah ada sebuah klub minta kontak, CV, dan email saya. Ambisi saya memang melatih klub di luar negeri. Saya sangat mengahargai negara ini karena segala sesuatu yang saya punya sebagai orang yang profesional maupun kepala rumah tangga, saya dapat dari sini. Jadi, saya tidak mungkin balik badan dan meninggalkan begitu saja. Saya pergi demi mencapai tujuan yaitu melatih timnas."
Berarti Anda bisa dibilang lebih cinta Indonesia daripada Brasil?
"Tidak bisa dibilang seperti itu karena Brasil tanah kelahiranku. Cuma boleh dikatakan Brasil dengan Indonesia selevel. Tidak ada perbedaan sama sekali. Selevelnya rasa sayang saya terhadap negara tersebut. Saya sayang sekali dan menikmati di sana. Di sini juga sama."
"Tapi, kalau dilihat ke belakang, semua hal yang saya punya seperti rumah, mobil, rumah Ibu, dan pendidikan anak saya, semua berhubungan dengan Indonesia. Tidak satu pun yang tidak berhubungan dengan Indonesia sehingga rasa cintanya sama dengan Brasil."
Anda sudah lama berkarier di sini. Apakah Anda ada keinginan pindah kewarganegaraan?
"Kalau pindah kewarganegaraan, tidak. Tidak ada alasan untuk berubah kewarganegaraan. Saya juga harus menghargai ibu kandung yang melahirkan saya di sana. Alasan utama saya adalah ibu kandung saya. Dia orang Brasil. Saya rasa tidak masuk akal, ibu saya orang Brasil tapi saya warganegara Indonesia. Kalau saya berpendapat seperti itu. Saya bukan menyalahkan orang-orang lain tapi pendapat itulah pendapat pribadi saya."
Tak hanya berbicara keinginannya membela tim nasional Indonesia, Jacksen Tiago juga sempat menjawab pertanyaan dari pembaca mengenai tindakan indispliner yang dilakukan anak asuhnya saat membela timnas. Simak hasil wawancara Kompas.com dengan Jacksen pada tulisan berikutnya.

0 komentar:

Posting Komentar